ARUS
Ketika kumulai menuliskan bait ini
Aku masih menghayalkan sebuah judul prosa
Sama seperti hayalku tentang hasrat suci
Dimana Dia begitu murahnya menciptakan lekukan indah sungai sembakung penuh pesona
Yang meneriakkan riak kecil diarusnya yang melanda
Diantara doa doa penumpang bahtera sarat yang menggapai eksperimen pertama
Aku tak pernah mengerti bagaimana Kasih dan Sayangnya Dia
Melukiskan senyum para perempuan tua
Yang memikul berat umbi-umbi perlambang sejahtera
Padahal dibelahan negeriku yg masih angkara
Hanyalah itu sebagai lambang-lambang kesederhanaan dan limit biaya
Aku masih saja menghayalkan bagaimana makna kesetiaan bagi mereka
Para penjaga negeri yang kutau kadang menistakan jasanya
Dan aku tak pernah mengerti bagaimana tangan Rabbi meneteskan embun surga
Yang menghapuskan dahaga mereka akan lambang sejahtera dunia
Tapi aku berpikir mengalir saja
Seperti arus sungai ini...
Seperti juga keikhlasan mereka menjaga negeri
Dimana umbi-umbi dipikul berat oleh para nini
Sebagai lambang kesejahteraan duniawi
Dan dinistakan sebagai lambang kesederhanaan dan penghematan para pembesar negeri..
Yang menyadarkan aku pada sebuah difinisi
Negeri ini belum mengindonesiakan mereka dlm satu NKRI
Binter, 12 januari 15
Joe_DCoolGen
Kamis, 15 Januari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KISAH PAGI
Aku menemui embun pagi Yang bersiap pergi dari ujung dedaunan Ia seperti malu bercengkrama dengan mentari Yang menawarkan kehangat...
-
Kita punya hujan yang sama kan? Kau turun dikala malam hendak pamit Menjadi selimut tebal kenangan Dan aku memilih hujan disiang hari Ka...
-
Hidup Baru Frasa yang tersisa setelah pesta Cinta selalu datang dalam kesederhanaannya melampaui bait indah tanpa makna menodakan setit...
-
Aku baru saja menemui ilalang Yang tak letih mendesirkan angin menuju pulang Menemui rasa takutku pada pertemuan di tengah padang Yang dip...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar