Kamis, 15 Januari 2015

TRILOGI BINTER

ARUS

Ketika kumulai menuliskan bait ini

Aku masih menghayalkan sebuah judul prosa

Sama seperti hayalku tentang hasrat suci

Dimana Dia begitu murahnya menciptakan lekukan indah sungai sembakung penuh pesona

Yang meneriakkan riak kecil diarusnya yang melanda

Diantara doa doa penumpang bahtera sarat yang menggapai eksperimen pertama


Aku tak pernah mengerti bagaimana Kasih dan Sayangnya Dia

Melukiskan senyum para perempuan tua

Yang memikul berat umbi-umbi perlambang sejahtera

Padahal dibelahan negeriku yg masih angkara

Hanyalah itu sebagai lambang-lambang kesederhanaan dan limit biaya


Aku masih saja menghayalkan bagaimana makna kesetiaan bagi mereka

Para penjaga negeri yang kutau kadang menistakan jasanya

Dan aku tak pernah mengerti bagaimana tangan Rabbi meneteskan embun surga

Yang menghapuskan dahaga mereka akan lambang sejahtera dunia


Tapi aku berpikir mengalir saja

Seperti arus sungai ini...

Seperti juga keikhlasan mereka menjaga negeri

Dimana umbi-umbi dipikul berat oleh para nini

Sebagai lambang kesejahteraan duniawi

Dan dinistakan sebagai lambang kesederhanaan dan penghematan para pembesar negeri..

Yang menyadarkan aku pada sebuah difinisi

Negeri ini belum mengindonesiakan mereka dlm satu NKRI


Binter, 12 januari 15

Joe_DCoolGen


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISAH PAGI

  Aku menemui embun pagi Yang bersiap pergi dari ujung dedaunan Ia seperti malu bercengkrama dengan mentari Yang menawarkan kehangat...