Selasa, 17 Februari 2015

PERTIWIKU

Dari sudut jalan ini
Kulihat senyum ramah lelaki dan wanita paruh baya
Juga pemuda dan remaja tanggung
Generasi generasi yang memegang tongkat budaya yang tersisa
Dimana kemakmuran menjadi impian maya
Dibalik deretan gigi putih mereka, dan ras ras warna
Aku menyaksikan sebuah kemakmuran yang direka
Darwin menyapaku dengan ramah memberi kesan pertama
Dimana cintaku pada pertiwi masih tak terkira
Meski di negeriku kaum papa hanyalah menjadi konstitusi dan tambahan lembaran negara

Di bukit bukit batu....
Aku menghirup aroma Calyptus yang menyeruak setiap sudut kota
Yang bertajuk seperti noktah noktah diantara hamparan kerikil fatamorgana
Tuhan benar benar adil dengan sedekah hujannya yang limit
Tapi menumbuhkan naluri menanam bagi kaum berduit
Dengan mahkota pirang secantik Gerry, atau secokkat Felice, dan seramah Michelle
Palmerstone membawaku pada secuil surga tandus yang menghijau
Dimana anganku pulang pada pertiwiku, jamrud hijau
Meski sang ibu tengah menangis karena ulah kami yag terlampau

Ditengah terik padang Emerald
Dari atas Fairbairn Dam yang teduh
Dengan setianya mereka menghimpun sedekah setetes air
Dari sungai sungai, creek dan clitters,
Dimana sebagian darinya telah menjadi lintasan rasa hampir disepanjang tahunnya
Dengan airnya yg mengering...hanya menyisakan tulus menyimpan yang tersisa
Menyuburkan pohon pohon botol dengan fosil kegemukannya
SunWater memberiku pelajaran pertama
Dimana tirta menjadi maha raja, yang dikawal hingga akhir ia bermuara
Dahagaku tiba tiba berpaling pada Sang Ibu Pertiwi
Dimana anugerah maha besar pada sungai sungai, dari ujung bukit hingga muara
Hanyalah menjadi tong sampah, bahkan sumber bencana karena tak terjaga
Dan rumah tak aman bagi paa satwa pemiliknya.

Disudut jalan ini...
Kuamati kembali secarik peta
Yang menuntunku pada kaki kaki pencakar langit
Dimana senyum gigi putih dari ras pemilik tanah menyambutku di pintu pertama
Ku sambut uluran tangan halus para pelayan yang setia pada rakyatnya
Canberra sepertinya tau bagaimana ia mengemban AMPERA
Maka dari sudut jendela John Gordon yang terbuka
Kupandangi dari jauh negeriku yang masih angkara
Dimana rakyat hanyalah objek kerja bagi kemakmuran mereka
Dan AMPERA hanyalah pokok bahasan dalam setiap rapat kerja.

Senyum ramah kembali menyapaku
Dari gadis anggun dengan jubah jubah
Juga lalu lalang ras penjuru dunia yang ramah
Ketika ku akhiri aksi berdiriku dari busway yang lengang
Dari perbukitan bondi junction menuju pelataran Opera House
Dan tepian Sidney Harbour yang glamour
Ku edarkan 360 derajat pandanganku selaksa pemandu tour
Dimana dunia telah bersalin rupa dengan sejuta rona
Dimana selembar sutra laksana batas batas antara peneguh iman dan kaum pendosa
Lakum diinukum waliyadiin
Maka dari sudut Mushollah yang kusulap dari dari sepotong kain perca dari tepi ruang restoran Java
Doaku kembali padamu, Pertiwi
Kaulah negeriku maha sempurna

Lintasan benua Australia, Dec 2002
Joe DCoolGen


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISAH PAGI

  Aku menemui embun pagi Yang bersiap pergi dari ujung dedaunan Ia seperti malu bercengkrama dengan mentari Yang menawarkan kehangat...